Pengabdian Masyarakat Fakultas Hukum “Pendampingan Teknik Pembuatan Peraturan Desa yang Berbasis Kearifan Lokal di Desa Taro, Gianyar, Bali”
Tim dari Universitas Airlangga, Fakultas Hukum yang terdiri dari Dr. Rosa Ristawati, S.H., LL. M., Dr. Radian Salman, S.H., LL.M, Dr. Ni Made Sukartini, beserta tim mahasiswa hukum melakukan kegiatan pendampingan Teknik pembuatan peraturan desa yang berbasis kearifan local di Desa Taro, Bali.
Kegiatan pendampingan pembuatan peraturan desa tersebut merupakan kegiatan Pengabdian masyarakat yang diselenggarakan pada periode pengabdian tahun 2024.
Tujuan dari kegiatan pendampingan Teknik pembuatan Peraturan Desa yang berbasis kearifan Lokal ini adalah dalam rangka memberikan asistensi pembuatan peraturan desa yang berbasis kearifan local mulai sejak tahap penulisan kajian awal peraturan desa.
Desa Taro, Gianyar, Bali, sebagaimana pemerintahan desa pada umumnya merupakan bagian pemerintahan terkecil dalam negara kesatuan Republik Indonesia.
Namun demikian, pemerintahan desa memiliki peran yang sangat strategis dalam kemajuan kesejahteraan Masyarakat desa.
Desa Taro, Gianyar, Bali mempunyai keunikan yaitu sebagai Desa tertua dan Desa yang mempunyai tata pemerintahan yang sarat budaya.
Sebagaimana Desa di Provinsi Bali, Desa Taro mempunyai dualism Desa Adat dan Desa Dinas.
Kegiatan pendampingan tersebut juga ditujukan untuk peningkatan kualitas administrasi pemerintahan desa sebagai salah satu aspek penting dalam mendorong percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang disisi lain masih sangat menjaga budaya dan tradisi kearifan lokal.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mengakui keberadaan Desa dan otonomi desa termasuk desa adat sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah.
Pengaturan dalam UU Desa salah satunya adalah untuk mewujudkan efektivitas penyelenggaraan Pemerintahan Desa, meningkatkan kualitas tata kelola Pemerintahan Desa, dan meningkatkan daya saing Desa.
Dalam menyelenggarakan pemerintahan di desa, Desa mempunyai wewenang pengaturan berupa produk peraturan.
Draft kajian awal naskah akademik peraturan desa pelestarian kearifan lokal di Desa Taro, Gianyar, Bali menjadi urgensitas untuk perlindungan kearifan lokal yang tumbuh bersama dengan masyarakat di Desa Taro.
Hal ini juga menjadi relevan mengingat di wilayah Desa Taro terdapat investor asing dari Australia yang membangun wahana outbound, resort, tujuan wisata gajah, reservasi lembu putih.
Pada konteks ini, tantangan yang dihadapi Desa Taro tidak hanya berasal dari dampak negatif investor asing dan sebagai lahan bisnis, tetapi juga berasal dari pengunjung wisatawan asing yang mengunjungi Desa Taro.
Sehingga, dampak positif secara empiris apabila Peraturan Desa terkait kearifan lokal di Desa Taro diterapkan pada konteks ini diharapkan tidak hanya menjadikan sinergi dan kuat hubungan antar Pemerintah Desa dengan Desa adat saja, tetapi juga masyarakat Desa tidak khawatir nilai-nilai kearifan lokal terkikis di masyarakat Desa meskipun dibuka untuk wisatawan.
Selain itu diharapkan dampak positif secara ekonomi, yaitu memunculkan potensi baru wisata yang berkonsep Desa Budaya yang menjadi daya tarik tersendiri, serta membuka lapangan kerja baru yang berkaitan erat dengan budaya.
Pemerintah Desa Dinas Taro sangat menyambut baik kegiatan pendampingan ini.
Proses pembuatan peraturan desa dilakukan oleh BPD Desa Taro dan Kepala Desa Taro dan secara akademik dibantu dalam proses penyusunan peraturan sehingga muatan dari Peraturan Desa dapat selaras dengan perundang-undangan yang berlaku.
Terdapat aspek-aspek yang perlu ada dalam peraturan desa yang berbasis kearifan lokal yaitu aspek-aspek pelestarian, pengelolaan, perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan.
Kegiatan pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan tradisi budaya dan adat istiadat lokal beserta nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya.
Kegiatan Pengelolaan merupakan upaya terpadu untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan tradisi budaya dan adat istiadat melalui kebijakan pengaturan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan untuk sebesar besarnya kesejahteraan rakyat.
Perlindungan yaitu upaya menjaga dan memelihara tradisi budaya dan adat istiadat dari ancaman dan/atau gangguan berupa kerusakan dan kepunahan.
Pengembangan yaitu upaya meningkatkan potensi nilai, norma, etika dan kekayaan budaya serta pemanfaatannya melalui registrasi, revitalisasi, dan adaptasi secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan pelestarian.
Pemanfaatan merupakan upaya mendaya gunakan tradisi budaya dan adat istiadat untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya.
Pada hari Jumat, 9 agustus 2024 dilakukan rapat finalisasi draft kajian awal urgensi peraturan desa yang berbasis kearifan lokal terkait “Prospek Dan tantangan desa Taro sebagai desa cagar budaya” melalui metode ROCCIPI dengan fasilitator Dr. Rosa Ristawati, S.H., LL.M.
Pada agenda tersebut juga dilakukan kegiatan agenda diskusi terkait dengan “Potensi Kearifan Desa Taro” dengan fasilitator Dr. Ni Made Sukartini, S.E., M.Si., MIDEC. Diskusi kembali dilanjutkan oleh fasilitator Dr. Radian Salman, S.H., LL.M. terkait dengan diskusi serta masukan dari pihak terkait dengan menggunakan metode RIA.
Dari hasil kegiatan tersebut diketahui, Di Desa Taro terdapat Peraturan Desa (Perdes), yang mengatur tatanan perlindungan kearifan local di Desa Taro.
Pada konteks ini, keberadaan peraturan desa tersebut juga ditujukan untuk melindungi kearifan local yang mencakup pula yang menjadi area kearifan local di Desa adat- desa adat yang ada di desa Taro yang juga mencakup peraturan desa adat yang masih berlaku yang disebut dengan awig-awig.
Desa Dinas Taro pada konteks ini melakukan fungsi koordinasi dan kolaborasi dengan Desa-desa adat yang ada di wilayahnya.
Pada realitanya, desa dinas dan desa adat membuat MOU supaya tidak tumpang tindih, karena kearifan local yang juga meliputi adat-istiadat tersebut juga menjadi area yang menjadi kewenangan desa adat.
Desa adat mempunyai aturan sendiri, yang pada dasarnya berdasar pada aturan fundamental “dimana bumi dipijak, di sana langit harus dijunjung”.
Aturan fundamental yang hidup di Desa Taro mewajibakan harus tunduk dengan aturan adat, demikian juga desa dinas juga tunduk terhadap aturan desa adat.
Masing-masing kearifan local yang meliputi juga aturan adat istiadat mempunyai aturan-aturan mengatur warganya untuk berkegiatan di desa tersebut.
Aturan mengenai perlindungan terhadap kearifan local dalam hal apapun telah diatur dalam peraturan adat, seperti mempunyai Pura berapa, mempunyai dakang berapa, bahkan sampai suara kul-kul pun mereka sudah masuk di awig-awig tersebut.
Lebih lanjut, aturan-aturan misalnya mengenai suara 3 berbunyi kul-kulnya sudah ada di dalam awig-awig, apabila ada bencana, semuanya sudah lengkap bahkan sampai ke lingkunganpun sudah diatur oleh adat.
Pengaturan-pengaturan yang berbasis kearifan local misalnya membuang sampah atau saluran WC sudah ada di dalam awig-awig yang menjadi peraturan adat di desa-desa adat di Desa Taro.
Awig-awig mengatur teritorial adat tersebut, peraturan pendukungnya namanya pararem.
Awig-awig juga mengatur mengenai tatanan sosial, awig-awig merupakan undang-undang desa adat.
Di atasnya awig-awig desa adat, yaitu pararem.
Lembaganya ada perjuruwada, perjurudese, dan perjurudinas walaupun itu secara kedinasan tetapi masuk strukturnya lembaga yang disebut Tritunggal yaitu pengurus desa, pengurus dinas, pengurus adat.
Jumlah penduduk di Desa Taro total 10.900 jiwa, dari 14 Banjar Desa adat yang memiliki karakteristik berbeda, dialeknya berbeda.
Penamaan orang sesuai adat dengan menggunakan nama-nama yang mengidentifikasikan sebagai orang asli Bali, misalnya yaitu Made, Wayan, Gede, dan lain-lain hingga saat ini masih sangat dilestarikan di Desa Taro.
Secara umum, peraturan desa yang memuat aturan-aturan untuk perlindungan kearifan local ini menjadi sangat penting untuk diinisiasi Desa Taro (Dinas).
Secara spesifik belum mempunyai peraturan desa yang mengatur mengenai pelestarian adat, karena Desa Dinas mempercayai peraturan adat sudah spesifik.
Pada konteks ini, pemerintahan desa dapat memberikan regulasi hukum terkait perlindungan itu.
Sehingga legalitasnya, akan lebih kuat.
Terlebih Wisatawan mengunjungi Desa Taro di dominasi oleh wisata mancanegara sebulan sebanyak 200-3000 orang.
Dengan adanya Perdes terkait pengakuan kearifan lokal Desa Taro diharapkan dapat melindungi kearifan lokal di sana meskipun banyak wisatawan yang datang ke Desa Taro. (Fadila Nur Annisa, S.H.).(ma)
Tidak ada komentar