5 Alasan Mengapa Manchester United Akan Finish Di Empat Besar
Manchester United memulai musim ini terpuruk di bawah arahan Jose Mourinho. Disaat Mourinho dipecat, mereka berada di posisi ke-enam di Liga Inggris dan sudah tersingkir dari Piala Liga (Carabao Cup). Man United seakan me-refresh musim 2018-19 dengan menunjuk legenda klub, Ole Gunnar Solskjaer, sebagai pelatih dan juga mantan asisten Sir Alex, Mike Phelan, menjadi asisten dari Solskjaer.
Sejak penunjukan Solskjaer sebagai pelatih, Man United telah memenangi 8 dari 9 pertandingan berikutnya. Dua dari delapan kemenangan yang diraih oleh MU, didapati dari dua tim besar London di kandang-nya, Tottenham (Wembley Stadium) dan Arsenal (Emirates Stadium). Disini kita akan menulis lima alasan mengapa Manchester United akan mengakhiri musim 2018-19 di empat besar dan memastikan kualifikasi ke Champions League musim depan.
1. Momentum Ole
Memulai regim-nya lebih baik dari semua manajer Liga Primer Inggris yang pernah ada, saat ini Ole Gunnar Solskjaer memiliki momentum untuk terus bermain dengan kepercayaan diri. Kepercayaan diri adalah salah satu hal yang luput dari permainan Manchester United dibawah kendali Jose Mourinho. Sepertinya, hal ini telah diisi oleh kepemimpinan Ole Gunnar Solskjaer
2. Identitas Klub
Sejak dahulu, Manchester United identik dengan tiga hal, counter-attack cepat, penyerbuan dari sayap, dan pengembangan pemain muda. Ole Gunnar Solskjaer telah mengembalikan semua hal ini dalam jangka waktu yang sangat pendek. Seperti ditampilkan saat pertandingan melawan Arsenal, di ronde ke empat F.A. cup. Kecepatan penyerang seperti Jesse Lingard, Alexis Sanchez, Paul Pogba, and Romelu Lukaku, sangat efektif menghadapi pemain bertahan Arsenal. Bek sayap MU, seperti Luke Shaw dan Ashley Young, telah menunjukan kualitas performa yang jauh lebih baik dibanding saat dibawah kendali Jose Mourinho, terutama karena mereka lebih diposisikan kedepan. Tak kalah pentingnya, Solskjaer juga tak ragu memberikan kesempatan ke pemain muda, dia sudah memberikan debut ke pemain muda berpotensi dari Belanda, Tahith Chong. Solskjaer pun mengindikasikan bahwa dia akan memberikan lebih banyak lagi debut.
3. Kebebasan Pogba
Dibawah arahan Solskjaer, Paul Pogba telah mencetak 6 gol dan 4 assists dari 7 pertandingan Premier League. Dibandingkan sebelum Solskjaer, dimana Pogba hanya membuahkan 3 gol dan 3 assists dari 14 pertandingan dengan pelatih Mourinho. Perbedaan statistik ini sangat menyolok. Kembalinya Ander Herrera ke tim utama MU, telah memberikan nuansa berbeda di posisi midfield. Adanya stabilitas pertahanan yang diberikan oleh Nemanja Matic dan Ander Herrera, Pogba menjadi lebih leluasa untuk menjelajahi garis pertahanan lawan. Alhasil, dia pun menjadi instrumen penting dari gol-gol MU.
4. Fleksibilitas Taktik
Saat Manchester United mengumumkan Ole Gunnar Solskjaer sebagai pelatih sampai akhir musim, banyak orang menilai bahwa dia hanya dipilih untuk menyenangkan para suporter. Rekam jejaknya melatih Molde di Norwegia, adapun lumayan sukses, kurang terkenal, dan saat dia mendapatkan kesempatan melatih di Liga Inggris, menangani Cardiff saat itu, dia gagal dan justru berakhir sebagai malapetaka untuknya, dia dipecat setelah Cardiff degradasi dari Liga Primer. Namun, selama dia melatih MU, dia sudah membuktikan akal taktik yang dia miliki, menggunakan formasi 4-3-3 saat melawan tim ‘kecil’, seperti Bournemouth dan tim lamanya, Cardiff. Disaat melawan tim yang lebih ‘besar’ Solskjaer menggunakan formasi 4-1-2-1-2, saat melawan Arsenal di FA Cup dan Tottenham di Liga Primer taktiknya pun berhasil mengeksploitasi kelemahan di kedua tim tersebut.
5. Inkonsistensi Chelsea dan Arsenal
Musim ini, Chelsea dan Arsenal juga mengangkat dua manajer baru, Maurizio Sarri dan Unai Emery. Untuk keduanya, ini adalah musim pertama mereka menghadapi Liga Inggris, dan terbukti bahwa liga ini butuh waktu yang lebih lama untuk beradaptasi. Pep Guardiola memulai perjalanannya di Liga Inggris finish ke tiga, ketinggalan 15 poin dari juara saat itu, Chelsea. Musim ini, walaupun kedua tim sempat menunjukan penampilan yang apik, mereka masih cenderung inkonsisten karena waktu penyesuaian implementasi taktik Sarri dan Emery. Terlebih, kedua tim juga berpetualang di kompetisi Europa League. Konon, statistik menunjukan bahwa semakin lama tim terlibat kompetisi itu, performa mereka di liga domestik selalu memburuk.(awik)
Tidak ada komentar